Ditemukan dugaan kecurangan pilpres
Terbaru 13 Juli 2014 - 20:56
WIB
Diperkirakan kecurangan akan ditemui
dalam proses rekapitulasi tingkat atas.
Badan Pengawas Pemilu dan sejumlah
pengawas independen telah menerima sejumlah laporan tentang kekeliruan dan
dugaan kecurangan selama proses pemilu presiden lalu.
Dikhawatirkan permasalahan seperti
akan sering dijumpai selama proses rekapitulasi yang dijadwalkan akan berakhir
pada pekan ketiga bulan Juli, kata Bawaslu.
"Hingga saat ini kurang lebih
36 laporan dari seluruh provinsi," kata Ketua Bawaslu, Muhammad, kepada
wartawan, Sabtu (12/07) malam di Jakarta.
Bawaslu, menurutnya, tengah mengecek
ulang laporan-laporan tersebut untuk memastikan apakah itu semata kekeliruan
atau dugaan kecurangan.
Menurutnya, salah-satu temuannya
adalah ada sejumlah pemilih yang diperkenankan memilih tanpa formulir A5.
"Saya kira itu tidak sesuai
dengan peraturan KPU," katanya.
Adapun anggota Bawaslu, Daniel
Zuchron mengatakan, pihaknya terus melakukan pengawasan selama proses
rekapitulasi karena dikhawatirkan terjadinya sejumlah potensi pelanggaran
lainnya.
"Pertama, potensi kecurangan
melalui mobilisasi dari kelompok tertentu di TPS. Kedua, potensi tidak
terakomodirnya pemilih dalam DPT sehingga dia tidak memiliki hak pilih,"
kata Daniel kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (13/07) sore.
"Selanjutnya,
kesalahan-kesalahan yang disengaja atau pun karena lalai menyangkut
penghitungan ataupun rekapitulasi," kata Daniel.
Pola
kecurangan di TPS
Sementara, Komite Pemantau
Independen Indonesia, KPII, mengatakan, pihaknya telah menerima dugaan
kecurangan atau kekeliruan pemilu presiden yang terjadi di beberapa TPS di
antaranya di Tangerang, Banten dan Pontianak, Kalimantan Barat.
Mereka juga masih memeriksa kebenaran
laporan tentang dugaan kecurangan atau kekeliruan hasil penghitungan suara di
Malaysia.
Anggota KPII, Umar Idris mengatakan,
pihaknya menemukan pola dugaan kecurangan yang sering dijumpai di TPS.
Pemantau pemilu independen menduga,
kecurangan sudah terjadi di tingkat TPS.
"Dengan cara dia mengubah angka
yang tadinya kecil menjadi begitu besar," kata Umar kepada BBC Indonesia.
Dia mengkhawatirkan, potensi
kecurangan ini akan terjadi pada tingkat rekapitulasi di tingkat atas, mulai
kecamatan, kabupaten atau kota hingga provinsi.
KPII, lanjut Umar, meminta Komisi
Pemilihan Umum bersikap pro aktif, terbuka serta transparan sehingga potensi
kecurangan dapat diketahui.
Kesalahan
teknis semata
Secara terpisah, Ketua KPU, Husni
Kamil Manik, mengatakan, sejauh ini yang terjadi adalah kesalahan teknis
penulisan semata dan bukan kecurangan yang disengaja.
"Misalnya, angkanya yang
dinyatakan delapan itu sesungguhnya nol dalam dokumen aslinya. Tapi kemudian,
karena proses scan, mungkin ada yang tidak lengkap, kemudian sepertinya
menjadi angka delapan. Tapi yang dihitung bukan angka delapan," tegas
Husni Kamil Malik di Jakarta.
Dia juga menegaskan KPU sangat
terbuka sekali dalam melakukan rekapitulasi.
KPU menyatakan, kemungkinan hanya
keselahan teknis dan bukan kecurangan.
"Apalagi yang kerja ini 'kan
jutaan orang. Kalau kesalahannya lima TPS, ya kita perbaikilah. Tidak terlalu
sulit memperbaikinya," jelasnya.
Para pemantau independen pemilu
sebelumnya telah memperingatkan agar KPU, Bawaslu, dan masyarakat perlu mencermati
kemungkinan adanya kecurangan di pemilu presiden.
Hal ini ditekankan karena selisih
perolehan suara kedua kubu calon presiden tidak terlalu lebar.
Proses rekapitulasi suara pemilu
presiden dijadwalkan selesai pada pekan ketiga Juli ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar