Daftar
isi
Morfologi
Gunung Kelud (sering disalahtuliskan
menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa
Jawa;
dalam bahasa
Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung
berapi di Provinsi Jawa
Timur,
Indonesia, yang tergolong aktif. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten
Kediri, Kabupaten
Blitar,
dan Kabupaten
Malang , kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota
Kediri.
Sebagaimana Gunung
Merapi,
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1000 M, Kelud
telah meletus lebih dari 30 kali, dengan letusan terbesar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index(VEI). Letusan terakhir
Gunung Kelud terjadi pada tahun 2014.
Gunung
api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan
eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau
Jawa,
Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadaplempeng
Eurasia.
Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif
meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun),
menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan
gunung api ini adalah adanya danau
kawah,
yang dalam kondisi letusan dapat menghasilkan aliran lahar letusan dalam jumlah besar,
dan membahayakan penduduk sekitarnya. Letusan freatik tahun 2007 memunculkansumbat lava ke permukaan danau,
sehingga danau kawah nyaris sirna, menyisakan genangan kecil seperti kubangan
air. Sumbat lava ini hancur pada letusan besar di awal tahun 2014.
Puncak-puncak
yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan
bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga
kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah yang tertinggi,
berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.
Catatan aktivitas Gunung
Kelud
Gunung Kelud 1901
Sejak abad
ke-15,
Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini
pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari
10.000 jiwa.[4] Sebuah sistem untuk
mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan
masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga
ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung
Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1
Mei[5]), 1951, 1966, dan 1990 (10
Februari). Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi
letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007,
2010, dan2014. Perubahan frekuensi ini
terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.
Letusan 1919
Letusan Gunung Kelud tahun
1919 tercatat dalam laporan Carl Wilhelm Wormser (1876-1946), pejabat
Pengadilan Landraad di Tulung Agung (masa kolonial Belanda), yang menjadi saksi
mata bencana alam tersebut.Disebutkan, pada 20 Mei 1919 siang, tiba-tiba langit
gelap. Hilangnya matahari membuat semua yang hidup menjadi takut dan gentar.
Hujan abu dan batu yang turun. Para penduduk desa di lereng gunung berusaha
menyelamatkan apapun yang dapat diselamatkan: harta dan jiwa dan hewan
peliharaan. Semuanya berlarian menghindari kekerasan alam. Lari! Lari kemanakah
dirimu? Bernafas semakin sulit. Udara semakin mencekik semua yang bernafas.
Bunyi desiran semakin dekat dan kuat. Aliran lahar menghancurkan semuanya dan
mengganggu jalan keluar untuk manusia. Bangunan dan pepohonan besar patah
menjadi kecil-kecil bak korek api. Kawah memuntahkan lahar dan abu dan disertai
awan gas beracun. Hutan, tanah dan sawah ditutup kain kafan berwarna abu-abu.
Belasan desa raib dari peta bumi. Ribuan korban jiwa dikubur hidup-hidup
Letusan ini termasuk
diantara yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa , merusak sampai
15.000 ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali
Badak telah dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905. Selain itu Hugo Cool pada tahun 1907 juga
ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah
bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.
Karena letusan inilah
kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan
selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan. Pada masa
setelah kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan tahun 1966, 45
meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi
nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah
agar stabil pada angka 2,5 juta meter kubik.
Letusan 1990
Letusan 1990 berlangsung
selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini,
Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin
menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di
gunung itu.
Letusan ini sempat menutup
terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai
pada tahun 1994.
Letusan 2007
Aktivitas gunung ini
meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November
tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau
kawah,
peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan
menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi
penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang
tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda,
aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan
peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada
tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat
Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius,
sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan
amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi,
namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi
tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal
putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau
kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga
berukuran selebar 100 m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat
saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan
dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.
Sejak peristiwa tersebut
aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada tanggal 8 November 2007
status Gunung Kelud diturunkan menjadi "siaga" (tingkat 3).
Danau kawah Gunung Kelud
praktis "hilang" karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang
tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi
selatan kubah lava.
Letusan 2014
Letusan Kelud 2014 dianggap
lebih dahsyat daripada tahun 1990. meskipun hanya memakan 4
korban jiwa akibat peristiwa ikutan, bukan akibat langsung letusan.
Peningkatan aktivitas sudah
dideteksi di akhir tahun 2013 . Namun demikian, situasi kembali tenang.
Baru kemudian diumumkan peningkatan status dari Normal menjadi Waspada sejak
tanggal 2 Februari 2014. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud
dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian pada tanggal 13 Februari pukul
21.15 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10 km
dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu kurang dari dua
jam, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan (eksplosif).
Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya
efusif, yaitu berupa aliran magma) menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat
dirasakan warga di wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat
gunung berapi yang terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare,
Kediri.
Wilayah Kecamatan Wates dijadikan tempat tujuan
pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah
lava, sesuai rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi
(PVMBG).
Suara
ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta ( berjarak 200 km dari
pusat letusan), bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa
Tengah.
Keadaan
di wilayah Bantul, DIY, saat hujan abu vulkanik Gunung Kelud melanda wilayah
ini pada pagi hari tanggal 14 Februari 2014
Dampak berupa abu vulkanik
pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai
Kabupaten Ponorogo. Di Yogyakarta, teramati hampir seluruh wilayah tertutup abu
vulkanik yang cukup pekat, melebihi abu vulkanik dari Merapipada tahun 2010. Ketebalan
abu vulkanik di kawasan Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2
centimeter.
Dampak abu vulkanik juga
mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan sudah mencapai Kabupaten Ciamis,
Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa Barat. Di daerah Madiun dan Magetan
jarak pandang untuk pengendara kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5
meter karena turunnya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga
banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat pelan.
Menyusul adanya letusan, Kementerian Perhubungan
Indonesia menutup sementara bandar-bandar udara di
Pulau Jawa, seperti Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya, Bandar Udara Abdul Rachman Saleh Malang, Bandar Udara Achmad Yani Semarang,Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, Bandar Udara Adi Sumarmo Surakarta, Bandar Udara Tunggul Wulung Cilacap, dan Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung. Selain itu, Bandar Udara Nusawiru di Pangandaran dan Pangkalan Udara Iswahyudi,Madiun, juga ditutup. Kondisi gunung setelah letusan satu malam
tersebut berangsur tenang dan pada tanggal 20 Februari 2014 status aktivitas
diturunkan dari Awas menjadi Siaga (level III) oleh PVMBG.
Obyek wisata Gunung Kelud
Gunung Kelud 2012. Kubah
lava 2007 tampak di tengah, dengan latar belakang Puncak Kelud. Di sebelah kiri
adalah bagian dari Puncak Gajahmungkur.
Menuju kawasan puncak
Gunung Kelud sejak tahun 2004 hubungan jalan darat telah diperbaiki untuk
mempermudah para wisatawan serta penduduk. Gunung Kelud telah menjadi obyek
wisata Kabupaten
Kediri dengan atraksi utama adalah kubah lava. Di
puncak Gajahmungkur dibangun gardu pandang dengan tangga terbuat dari semen. Pada malam akhir pekan,
kubah lava diberi penerangan lampu berwarna-warni. Selain itu, telah disediakan
pula jalur panjat
tebing di puncak Sumbing, pemandian air
panas,
serta flying fox.
Tindakan Kabupaten Kediri
membangun kawasan wisata ini mendapat protes dari Kabupaten
Blitar,
yang menganggap wilayah puncak Kelud merupakan wilayahnya. Sengketa
wilayah ini terutama meruncing setelah turunnya Surat Keputusan Gubernur Jawa
Timur Nomor 188/113/KPTS/013/2012 yang menyatakan bahwa kawasan puncak Kelud
merupakan wilayah Kabupaten Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar